Gugak, Ngasa di Jakarta

Memetik Gayageum

Tidak terasa sudah tiga bulan sejak aku pertama ikut kelas alat musik gayageum. Belajar seminggu sekali satu setengah jam begitu singkat namun menyenangkan. Menyenangkan namun begitu singkat. Dari daftar peserta yang terdaftar sebanyak lima orang di kelas ini, kami mulai hari pertama dengan empat orang. Lalu kemudian setelah beberapa minggu salah satu teman mendapat kerjaan dengan jadwal berbentrokan, jadilah tinggal tersisa kami bertiga sampai hari terakhir. Aku, Byani, Nurul.

Kami diajar oleh Arang sŏnsængnim. Arang sŏnsængnim datang ke Jakarta bersama dua teman lainnya membentuk tim musik tradisional Yerang (예랑). Mereka mengajar alat musik gayageum, hægeum, danso, sambil tampil pentas di sejumlah acara yang diadakan oleh KCC. Kelihatannya begitu melelahkan ya. Namun kami salut karena mereka selalu tampil mempesona ketika pentas, dan selalu datang ke kelas dengan penuh persiapan. Bahkan di hari terakhir sebelum kembali ke Korea pun sŏnsængnim masih menyempatkan diri menyiapkan beberapa partitur untuk kami berlatih sendiri.

우리반 하생들과 선생님
우리반 하생들과 선생님

Di kelas kami belajar beberapa teknik dasar memetik. Ternyata ada banyak cara memetik gayageum. Di antaranya ada memetik dengan jari telunjuk, jari tengah, jempol. Lalu ada teknik menyentil, serta teknik memainkan ghost note menggunakan kombinasi jari telunjuk dan jempol, atau jari tengah dan jempol. Kemudian diajari juga cara memainkan staccato dan vibrasi alias nonghyôn (농현). Nonghyôn ini salah satu ciri khas dari gayageum.

Setelah belajar macam-macam cara memetik, lalu kami juga mencoba memainkan beberapa lagu. Targetnya adalah di akhir kelas sudah bisa memainkan satu lagu Arirang (아리랑). Arirang ini adalah salah satu lagu daerah di Korea yang cukup terkenal. Ada banyak versi lagu Arirang berdasarkan daerahnya. Dan yang kami mainkan (katanya) adalah Gu Arirang.

Teng, teng, teng, suara senar gayageum dipetik.

“Ah!”

“Kenapa?” tanya sŏnsængnim.

“Berdarah!” sahut Byani sambil menyeka darah yang bercucuran di mana-mana. “Bagaimana nih…”

“Aduh bagaimana dong?” sŏnsængnim pun turut panik. “Lukanya di mana?”

“Nggak tahu di sebelah mana lukanya dan gak berasa pula.”

Ada saja cerita di balik setiap kelas. Jari berdarah saat main hampir selalu terjadi setiap minggu, sampai-sampai kami masing-masing bawa satu bungkus plester. Entah karena jari yang belum kapalan atau karena terlalu bersemangat memetik senar-senar sutra.

Teng, teng, teng, suara senar gayageum dipetik.

“Ah!”

“Kenapa?” tanya sŏnsængnim.

“Kakinya sakit!” sahut Byani seraya meluruskan kakinya yang keram. “Keram!”

“Ke.. kesemutan? Duduk bersila lama memang bikin kesemutan.”

“Bukan kesemutan. Ini itu, cramp!?”

Crump?” sŏnsængnim kebingungan. Kita pun bingung karena tidak tahu istilah bahasa Korea untuk kaki keram.

“Hmm ini otot,” sambil menunjuk lengan memperagakan, “ototnya tertarik… Sakit!”

“Oh, keram otot!”

Tiga bulan dengan ketersediaan waktu untuk berlatih yang hanya bisa seminggu sekali memang tidak seberapa dibandingkan dengan sŏnsængnim yang sudah memetik gayageum sebelas tahun lamanya. Apalagi alat musik ini bukan hanya sulit dicari di Indonesia, tapi juga harganya yang mahal. Sehingga kesempatan kami untuk berlatih di luar kelas hanya melalui simulasi di otak.

Di akhir periode KCC, kami para murid, serta Yerang ikut dalam kegiatan sosial di YPLB Nusantara. Berangkat dari SCBD menggunakan bus, mengingatkan aku pada masa-masa wisata sekolah. Di sini kami jadi berkesempatan untuk mengenal teman-teman dari kelas lain yang juga ikut berangkat. Di lokasi Yerang melakukan pertunjukan tiga lagu, dan kami dari gabungan kelas hægeum, danso, dan gayageum pun ikut mempertunjukkan apa yang telah kami pelajari melalui sebuah lagu. Setelah usai kami lanjutkan dengan makan-makan bersama. Ups tapi setelah makan kami pun membuat sesi lanjutan makan bingsu, es campur Korea, di Snow-it Kemang. Karena minggu berikutnya kami harus berpisah, maka sisa beberapa hari bersama di Jakarta menjadi begitu berharga.

치킨 많이 먹자!
치킨 많이 먹자!

Walau sedih karena esok sudah tidak ada kelas lagi, tapi pengalaman yang didapat sungguh menyenangkan.